Masih segar dalam ingatan kita bahwa pada hari Minggu, 28 Juni 2015 lalu terdapat kabar duka tentang meninggalnya seorang mahasiswi Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Dari informasi yang diperoleh, mahasiswi tersebut baru saja menyelesaikan sidang akhir dan akan melaksanakan proses wisudanya pada bulan Agustus 2015 mendatang. Diduga mahasiswi tersebut meninggal akibat gastritis dan darah rendah. (boeconomica.com, 2015).
Gastritis merupakan peradangan pada dinding lambung yang disebabkan adanya sel-sel dalam lambung penghasil asam dan enzim yang berguna untuk mencerna makanan mengikis lapisan lendir pada dinding lambung sehingga terjadi peradangan pada dinding lambung. Selain pengaruh obat dan makanan yang mengandung kadar asam tinggi, tingkatan stress juga dapat memicu timbulnya gastritis ini. Tidak hanya gastritis, stress juga dapat memicu penyakit-penyakit fisik lain seperti gangguan tidur dan gangguan pola makan.
Kebanyakan orang tidak menyadari bahwa mereka tengah mengalami stress. Kurangnya kesadaran inilah yang menyebabkan tingkat stress menjadi semakin tinggi tanpa disadari. Begitupun dengan mahasiswa yang tidak terlepas dari hal ini. Dilaporkan bahwa sekitar 39% Mahasiswa Universitas mengalami distres psikologis, dan jumlah ini mengalami peningkatan pada tahun 2011 sebesar 48% (Febrianty, 2011).
Faktor yang dapat memicu timbulnya stress di kalangan mahasiswa cukup beragam, diantaranya (1) Tuntutan mahasiswa dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik baik yang individu atau kelompok, (2) Beban dan tuntutan dari orang tua, lingkungan, maupun tuntutan dari sendiri yang berlebihan terkait pencapaian prestasi, (3) kekhawatiran akan masa depan (4) Apabila mahasiswa terhitung aktif, kegiatan tambahan seperti kepanitiaan dan ekstrakulikuler juga memicu stress, (5) Kesulitan adaptasi dengan lingkungan kampus, cara belajar atau lingkungan baru tempat tinggal mahasiswa (seperti kos-kosan untuk perantau), (6) Kesulitan dalam mengatur pola makan dan olahraga untuk menjaga kondisi tubuh yang prima, dan lain sebagainya.
Walaupun stress dalam lingkungan mahasiswa dapat menimbulkan dampak yang beragam (tergantung pada stretegi koping dan dukungan sosial yang dimilikinya), namun jika tidak ditangani, stress dapat menimbulkan dampak yang sangat merugikan.Untuk mencegah atau setidaknya mengurangi dampak buruk stress, sebenarnya ada hal-hal yang dapat dilakukan oleh mahasiswa untuk beradaptasi dengan stress, antara lain:
1. Istirahat Cukup
Banyak mahasiswa yang mengorbankan waktu tidur mereka untuk mengerjakan tugas dan mengurangi waktu tidur yang rutin. Hal ini menyebabkan pola tidur berubah dan menjadi tidak teratur yang akhirnya berdampak pada gangguan kesehatan lain. Otak dan bagian tubuh lain perlu diistirahatkan untuk mendapatkan kondisi pikiran dan tubuh yang segar. Pico Iyer, pengarang buku “The Art of Stillness” mengatakan, “It is precisely those who are busiest who most need to give themselves a break.”
2. Hindari Prokrastinasi!
Jika anda merasa tidak memiliki waktu untuk mengistirahatkan tubuh, maka mulailah membiasakan mencicil pekerjaan sedikit demi sedikit. Kebiasaan mengerjakan tugas ataupun pekerjaan lain mendekati waktu pengumpulan akan menyita waktu istirahat, menimbulkan kecemasan dan kelelahan fisik maupun psikis.
3. Pijat Relaksasi
Sebuah pijatan terbukti dapat mengurangi tingkat stress serta meningkatkan tingkat rasa positif akan diri kita yang disinyalir berasal dari senyawa kimia di otak yang diketahui sebagai serotonin dan dopamin. Langkah-langkah pijat relaksasi dapat (didownload disini)
4. Sempatkan Rekreasi Sejenak
Rekreasi adalah salah satu cara untuk mengatasi stress dan frustasi yang dialami mahasiswa. Dengan rekreasi pikiran, perasan akan lebih tenang. Tidak harus ke tempat yang sulit untuk ditempuh, kegiatan rekreasi ini dapat dilakukan hanya dengan sekadar menikmati udara lingkungan sekitar, berjalan-jalan dengan teman di sore hari, merawat tanaman, atau bahkan menghabiskan waktu di rumah ibadah.
5. Berolahraga
Kebaikan dari berolahraga antara lain dapat menurunkan hormon stress, menstimulasi terproduksinya zat kimia yang baik di otak, meningkatkan gambaran positif tentang diri sendiri, dan untuk beristirahat sejenak dari segala ketakutan dan kecemasan anda.
6. Berbagi dan Memberi
Tidak ada salahnya mengikuti kegiatan sosial dan bersifat sukarela. Dengan mengalokasikan waktu kita untuk membantu orang lain akan membuat kita memandang hidup lebih positif dan meningkatkan rasa syukur kita atas apa yang kita miliki saat ini.
7. Jangan Ragu untuk Meminta Bantuan
Apabila anda merasa tidak mampu untuk menopang beban anda sendirian, tidak ada salahnya untuk meminta orang lain untuk membantu anda atau hanya sekadar mendengarkan cerita anda. Dengan melakukan hal ini, setidaknya anda dapat meringankan beban anda dengan membaginya pada orang lain.
Sumber:
Badan Otonom Economica Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. (2015). Mahasiswi FH UI Ditemukan Meninggal di Kamar Kosnya. http://www.boeconomica.com/2015/06/28/mahasiswi-fh-ui-ditemukan-meninggal-di-kamar-kosnya/. Diakses pada tanggal 30 Juni 2015.
Febrianty, A. H. (2011). Pengaruh Faktor Protektif dan Resiko Psychological Distress pada Mahasiswa Universitas Indonesia. Skripsi Sarjana, Tidak Diterbitkan. Universitas Indonesia, Depok.